Hanya meletakkan produk existing di situs e-commerce atau mendigitalkan pengalaman pelanggan bukanlah sebuah digital reinvention. Reinvention adalah pemikiran ulang bisnis itu sendiri. Perusahaan modern perlu mengajukan pertanyaan mendasar, seperti, “Apakah kami produsen, atau apakah kami perusahaan yang memungkinkan pelanggan melakukan tugas dengan peralatan kami di mana pun dan kapan pun mereka perlu?” Jika jawabannya yang terakhir, maka sebuah operasi logistik dan layanan mungkin menjadi hal yang lebih penting daripada jalur pabrik.
Reinvention, seperti yang diisyaratkan dalam istilah sebenarnya, membutuhkan komitmen yang signifikan. Keberhasilan digital tidak hanya mensyaratkan bahwa investasi harus diselaraskan dengan strategi tetapi juga pada skala yang memadai. Dan para digital leaders memiliki ambang risiko yang tinggi dan bersedia membuat keputusan yang berani. Hasil sebuah research menunjukan bahwa 60 hingga 80 persen dari total target peningkatan dapat dicapai dalam waktu sekitar tiga tahun sementara juga meletakkan fondasi untuk pertumbuhan di masa depan.
Untuk semua perubahan mendasar yang dilakukan melalui reinvention digital, perlu diketahui bahwa approach ini tidak menyerukan pendekatan “membuang-habis-habis” approach-approach sebelumnya. Perusahaan suku cadang mesin, misalnya, kemungkinan masih akan membuat suku cadang mesin setelah penemuan kembali digital, tetapi dapat melakukannya dengan cara yang jauh lebih gesit dan digerakkan secara analitis, atau dapat membuka lini bisnis baru dengan memanfaatkan aset yang ada.
Ada banyak elemen transformasi, seperi dari desain ulang perjalanan seacara end-to-end, dan atau menanamkan analitik ke dalam proses untuk platform teknologi secara terbuka. Mereka membutuhkan segudang kemampuan, mulai dari kecerdasan buatan (AI) dan agile operations hingga data lake, infrastruktur berbasis cloud, dan talenta-talenta digital yang baru. Banyak dari elemen-elemen ini telah ditulis secara luas, dan masing-masing dapat menyerap sejumlah besar waktu eksekutif. Namun, yang sering hilang adalah pandangan komprehensif tentang bagaimana suatu organisasi menentukan ambisi yang tepat, bagaimana merancang elemen yang tepat untuk transformasi, kemudian bagaimana secara sistematis dan holistik melakukan perjalanan perubahan.
Inti dari value propsition adalah proposisi nilai bisnisnya yang didasarkan pada strategi yang di-enable oleh manusia, proses, dan teknologinya. Elemen-elemen ini sangat intrinsik sehingga setiap transformasi yang tidak mengatasinya pada akhirnya akan mengecewakan dan gagal karena organisasi legacy pasti akan mengerahkan semua usahanya untuk dapat kembali menjadi organisasi yang telah mapan.
Value Proposition
Setiap digital reinvention harus membahas nilai yang diberikan perusahaan kepada pelanggan (baik yang sudah ada atau yang baru) melalui produk dan / atau layanannya. Tak pelak lagi ini didasarkan pada strategi yang jelas yang mengartikulasikan di mana nilai diciptakan, digeser, atau dihancurkan. Penting untuk melihat nilai tersebut agar sebuah organisasi dapat mengidentifikasi dan mengevaluasi aset yang ada dan yang penting, dan juga dapat memahami apa yang sebenarnya diinginkan atau dibutuhkan oleh pelanggan. Namun hal ini bisa sangat sulit dilakukan dalam prakteknya. Nilai yang awalnya disediakan Amazon, misalnya, tidak menjual buku secara online tetapi lebih memberikan kenyamanan dan pilihan yang belum pernah terdengar. Memahami sumber nyata nilainya memungkinkan Amazon untuk memperluas secara eksponensial di luar buku.
People
Tentu saja talenta itu penting, tetapi sebuah reinvention perlu melibatkan lebih dari sekadar mempekerjakan CDO (Chief Digital Officer) atau beberapa desainer. Prioritas talenta harus didasarkan pada pemahaman yang jelas tentang keterampilan yang dibutuhkan di semua tingkatan bisnis. Ini membutuhkan investasi dalam membangun kemampuan digital yang relevan yang sesuai dengan strategi dan mengimbangi pelanggan saat mereka mengubah cara mereka mempertimbangkan dan melakukan pembelian. Pada saat yang sama, perekrutan yang ditargetkan harus dikaitkan dengan kemampuan yang benar-benar mendorong kinerja keuangan.
Agar talenta itu berkembang, dibutuhkan budaya digital — yang berpusat pada pelanggan dan berbasis proyek, dengan bias untuk kecepatan dan pembelajaran berkelanjutan. Bahkan, masalah budaya dan organisasi dapat menyebabkan pemborosan hingga 85 persen dari nilai yang dipertaruhkan. Memastikan budaya baru berjalan dengan baik maka memerlukan program pembangunan kembali yang menghargai dan mendorong perilaku baru, seperti manajemen kinerja, kriteria promosi, dan sistem insentif.
Process
Membuat ulang mekanisme dalam pembuatan keputusan adalah apa yang memungkinkan sebuah mesin digital. Digitalisasi atau otomatisasi supply chain dan proses informasi yang intensif serta membangun kemampuan baru seperti otomatisasi proses robotik atau analitik canggih, misalnya, dapat dengan cepat meningkatkan kecepatan jam bisnis dan memangkas biaya hingga 90 persen.
Salah satu godaannya adalah hanya fokus pada pendigitalan proses yang ada atau existing daripada benar-benar memikirkan cara baru dalam melakukan proses yang sama. Seringkali, cara paling produktif untuk mengatasi masalah ini adalah mengidentifikasi customer journey yang terpenting bagi bisnis dan kemudian memetakan titik kontak (touch points), proses, dan kemampuan yang diperlukan untuk mewujudkannya — tanpa memperhatikan apa yang sudah ada. Proses merancang ulang membutuhkan governance dan keputusan untuk memberikan kejelasan dan akuntabilitas, serta menanamkan kemampuan analitik, otomatisasi, dan pembelajaran mesin yang canggih.
Technology
Sementara digital reinvention lebih dari hanya sekadar perbaikan teknologi, namun memang faktor teknologi berperan sangat penting. Para leadership perlu memastikan bahwa setiap investasi IT yang dilakukan dapat merespons kebutuhan bisnis yang jelas dan kuat, dan tidak beralih ke “tech for tech’s sake”. Mereka juga perlu mengidentifikasi cara terbaik untuk bekerja dalam ekosistem mitra dan vendor, dan menilai sistem legacy mana yang harus dijaga, yang mothball dan, kritis, menentukan cara membantu teknologi legacy bekerja di dunia digital.